Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk dapat berlindung dari derasnya hujan serta teriknya matahari. Akan tetapi, tempat tinggal juga melambangkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Bagi orang-orang yang berpenghasilan besar, mereka dapat membangun rumah bertingkat yang besar dan nyaman, memiliki halaman luas nan asri dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap serta memadai.
Meskipun mereka sebenarnya tidak senang harus tinggal di permukiman kumuh, tetapi keadaan ekonomi dan desakan kebutuhan membuat mereka “nekat” bertahan. Lahan pekerjaan yang lebih baik menjadi magnet yang tak pupus menarik penduduk desa untuk pindah dan tinggal di perkotaan, meskipun nasibnya di kota belum jelas.
![]() |
Tidak hanya meruwetkan tata ruang kota, padatnya permukiman kumuh di sepanjang tepian sungai, tepi rel kereta api, areal pemakaman umum, di bawah jembatan, maupun jalan layang ini juga berdampak bagi lingkungan hidup, kesehatan dan standar hidup warga perkotaan, serta tindak kejahatan. Konflik pun tak terhindarkan ketika pemerintah daerah berkepentingan untuk mengatur tata ruang dan tata kota yang amburadul, sementara keberadaan permukiman kumuh justru dianggap sebagai solusi bagi warga miskin yang hidup di perkotaan. banyak yang kehidupanya dengan mencari nafkah seperti mengambil sampah dijalanan
video ini dibuat pada saat kelas X SMA
Minimnya sosialisasi pemerintah, terutama pada proses penggusuran, relokasi, dan pembebasan lahan, sering kali menimbulkan penolakan warga. Bahkan, tak jarang mereka sampai bertindak anarki demi membela tempat tinggal “miliknya”. Meskipun demikian, beberapa pemerintah dan kepala daerah berhasil menemukan solusi tepat dalam pengaturan dan penyediaan permukiman yang lebih layak bagi warganya. Kota Solo misalnya, berhasil menangani permasalahan permukiman kumuh di wilayahnya melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan budaya lokal.

No comments:
Post a Comment