Sunday, May 17, 2015

Tugas 2 - Hukum Industri



HUKUM INDUSTRI

A.              Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :



a.       Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
b.       Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
c.        Merek Kolekti
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

Selain itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang sama dari produk/jasa lain tidak dapat digunakan dan harus mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut, maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan Hukum atas penggunaan nama merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain itu pelanggaran juga dapat berujung pada pidana yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,-
Oleh karena itu, ada baiknya jika merek suatu barang/jasa untuk di hak patenkan sehingga pemilik ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil penentuan dan kreatifitas dalam pemberian nama merek suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik individu maupun kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was terhadap pencurian nama merek dagang/jasa tersebut.

Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
a.         UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
b.        UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
c.         UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)

Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa HaKI adalah bagian penting dalam penghargaan dalam suatu karya dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan menghargai hasil karya pencipta inovasi-inovasi tersebut agar dapat diterima dan tidak dijadikan suatu hal untuk menjatuhkan hasil karya seseorang serta berguna dalam pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.

Berikut ini adalah penjelasan tentang Hak Merek:



B.                Latar Belakang Undang-undang Perindustrian
            Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. 
           Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.

C.              Hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
Hukum Industri adalah ilmu yang mengatur masalah perindustrian yang berada di Indonesia bahkan di dunia. Hukum industri mengatur bangaimana cara perusahaan mengatur perusahaannya dan sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut Hukum industri dapat dikatakan sebagai acuan atau pedoman dalam suatu tatanan dunia industri. Dengan adanya hukum industri, maka setiap perusahaan industri dapat mengatur segala hal yang berkaitan  dengan industri. Hal tersebut tentunya bisa mengurangi hal-hal mengenai penyimpangan hukum industri yang dapat merugikan masyarakat. Sedangkan tanpa adanya hukum industri, perusahaan akan sewenang-wenang dalam segala hal hanya karena ingin mencapai keuntungan yang maksimal tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat.
Dalam hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, dinyatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Penggunaan sumber daya alam yang sesuai dengan Undang-undang tanpa merugikan negara, misalnya dengan menggundulkan hutan yang akan mengakibatkan tanah longsor dan banjir. Maka untuk itu diperlukannya hukum yang mengatur penggunaan sumber daya alam.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.   Bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
b.   Bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri
c.      Bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia
d.   Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian.
Mengingat:
a.         Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
b.        2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048)
c.         Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832)
d.        Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918)
e.         Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037)
f.         Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215)
g.        Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN

D.      Konvensi Internasional tentang Hak Cipta
Di era globalisasi yang semakin maju dari berbagai aspek, marak sekali terjadi pemalsuan terhadap hasil karya seseorang yang sangat merugikan pencipta baik dari segi materil ataupun non materil. Pemberian hak cipta tentunya dapat memberikan nilai atau pun harga terhadap karya ataupun penciptanya, namun itu saja tidak cukup maka dibutuhkanlah perlindungan karya cipta untuk dapat memberikan jaminan terhadap tindak pemalsuan karya cipta. Perlindungan hak cipta yang jangkauannya sifatnya nasional tentunya belum dapat menjamin adanya perlindungan secara penu atau seutuhnya maka diadakannya perlindungan hak  cipta secara internasional. Berikut merupakan beberapa perjanjian perlindungan hak cipta secara internasional:
a.         Konvensi Berner
Konvensi Berner merupakan perjanjian internasional yang mengatur hak cipta, yang pertama kali diterima di Berne, Swiss, pada tahun 1886. Konvensi Berner ini diadakan untuk Perlindungan Karya Sastra dan Seni. Konvensi Berner dikembangkan atas dorongan Victor Hugo Asosiasi Littéraire et Artistique Internationale. Oleh karena itu dipengaruhi oleh Perancis "hak penulis" (droit d'auteur), yang berbeda dengan konsep Anglo-Saxon "hak cipta" yang hanya berurusan dengan  masalah ekonomi. Dalam Konvensi tersebut, hak cipta untuk karya kreatif secara otomatis yang berlaku pada penciptaan mereka tanpa menegaskan atau dinyatakan. Seorang penulis tidak perlu "register" atau "melamar" hak cipta di negara-negara mengikuti Konvensi. Segera setelah sebuah karya "tetap", yaitu, tertulis atau direkam pada beberapa media fisik, penulis secara otomatis berhak atas semua hak cipta dalam pekerjaan dan untuk setiap karya turunan, kecuali dan sampai penulis secara eksplisit menolak mereka atau sampai hak cipta berakhir. Penulis asing diberi hak yang sama dan hak istimewa untuk materi berhak cipta sebagai penulis dalam negeri di negara manapun yang menandatangani Konvensi.
Sebelum Konvensi Berne, hukum hak cipta nasional biasanya hanya diterapkan  untuk pekerjaan yang diciptakan dalam masing-masing negara. Jadi misalnya karya yang diterbitkan di Inggris oleh seorang warga negara Inggris akan dilindungi oleh hak cipta di sana, namun dapat disalin dan dijual oleh siapapun di Perancis. Belanda penerbit Albertus Willem Sijthoff, yang bangkit untuk menonjol dalam perdagangan buku terjemahan, menulis kepada Ratu Wilhelmina dari Belanda pada 1899 sebagai oposisi terhadap konvensi atas kekhawatiran bahwa pembatasan internasional akan melumpuhkan industri cetak Belanda.
Konvensi Berne mengikuti jejak Konvensi Paris untuk Perlindungan Kekayaan Industri tahun 1883, yang dengan cara yang sama telah menciptakan kerangka kerja untuk integrasi internasional jenis lain dari kekayaan intelektual: paten, merek dagang dan desain industri. Seperti Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk menangani tugas-tugas administrasi. Pada tahun 1893 kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan BIRPI Perancis), terletak di Berne. Pada tahun 1960, BIRPI pindah ke Jenewa, untuk lebih dekat dengan PBB dan organisasi internasional lainnya di kota itu. Pada tahun 1967 itu menjadi World Intellectual Property Organization (WIPO), dan pada tahun 1974 menjadi sebuah organisasi di bawah PBB.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, selesai pada Berne pada 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan telah diubah pada tahun 1979. Inggris ditandatangani pada tahun 1887 tetapi tidak melaksanakan sebagian besar sampai 100 tahun kemudian dengan berlalunya Hak Cipta, Desain dan Paten Act 1988. Amerika Serikat awalnya menolak untuk menjadi pihak pada Konvensi, karena itu akan diperlukan perubahan besar dalam hukum hak cipta, khususnya berkaitan dengan hak moral, penghapusan persyaratan umum untuk pendaftaran karya cipta dan penghapusan pemberitahuan hak cipta wajib. Hal ini menyebabkan Konvensi Hak Cipta Universal pada tahun 1952 untuk mengakomodasi keinginan Amerika Serikat. Tapi pada tanggal 1 Maret 1989, AS Berne Convention Implementasi Undang-Undang Tahun 1988 diundangkan, dan Senat AS meratifikasi perjanjian, membuat Amerika Serikat satu pihak dalam Konvensi Berne dan  membuat Konvensi Hak Cipta Universal hampir usang.
The World Intellectual Property Organization Copyright Treaty diadopsi pada tahun 1996 untuk mengatasi masalah yang diangkat oleh teknologi informasi dan internet, yang tidak ditangani oleh Konvensi Berne. Karena hampir semua negara adalah anggota Organisasi Perdagangan Dunia, Perjanjian tentang Trade-Related Aspek Hak Kekayaan Intelektual membutuhkan non-anggota untuk menerima hampir semua kondisi Konvensi Berne. Maret 2012, terdapat 165 negara yang merupakan pihak dalam Konvensi Berne.
b.        Universal Copyright Convention  (UCC)
Konvensi Hak Cipta Universal (UCC)  diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne.UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara.
Amerika Serikat hanya memberikan perlindungan hak cipta untuk tetap, jangka terbarukan, dan menuntut agar suatu pekerjaan yang harus dilindungi hak cipta harus berisi pemberitahuan hak cipta dan didaftarkan di Kantor Hak Cipta. Konvensi Berne, di sisi lain, disediakan untuk perlindungan hak cipta untuk istilah tunggal didasarkan pada kehidupan penulis, dan tidak memerlukan pendaftaran atau dimasukkannya pemberitahuan hak cipta untuk hak cipta untuk eksis. Dengan demikian Amerika Serikat akan harus membuat beberapa modifikasi besar terhadap hukum hak cipta dalam rangka untuk menjadi pihak untuk itu. Pada saat itu Amerika Serikat tidak mau melakukannya. UCC sehingga memungkinkan negara-negara yang memiliki sistem perlindungan yang sama ke Amerika Serikat untuk fixed term pada saat penandatanganan untuk mempertahankan mereka. Akhirnya Amerika Serikat menjadi bersedia untuk berpartisipasi dalam konvensi Berne, dan mengubah hukum hak cipta nasional seperti yang diperlukan. Pada tahun 1989 itu menjadi pihak dalam Konvensi Berne sebagai hasil dari Konvensi Berne Implementasi Undang-Undang 1988.
Di bawah Protokol Kedua Konvensi Hak Cipta Universal (teks Paris), perlindungan di bawah US UU Hak Cipta secara tegas diperlukan untuk karya yang diterbitkan oleh PBB, oleh badan-badan khusus PBB dan oleh Organisasi Negara-negara Amerika. Persyaratan yang sama berlaku untuk negara kontraktor lain juga. Berne Konvensi menyatakan khawatir bahwa keberadaan UCC akan mendorong pihak dalam Konvensi Berne untuk meninggalkan konvensi itu dan mengadopsi UCC sebaliknya. Jadi UCC termasuk klausul yang menyatakan bahwa pihak yang juga Berne pihak Konvensi tidak perlu menerapkan ketentuan Konvensi untuk setiap negara mantan Konvensi Berne yang meninggalkan Konvensi Berne setelah 1951. Sehingga setiap negara yang mengadopsi Konvensi Berne yang dihukum jika kemudian memutuskan untuk meninggalkannya dan menggunakan perlindungan UCC sebaliknya, karena hak cipta yang mungkin tidak lagi ada di Berne Konvensi menyatakan. Karena hampir semua negara baik anggota atau calon anggota Organisasi Perdagangan Dunia  dengan demikian sesuai dengan Perjanjian tentang Trade-Related Aspek Hak Kekayaan Intelektual Perjanjian, UCC telah kehilangan signifikansi.
c.         Konvensi-Konvensi tentang Hak Cipta
Perlindungan terhadap hak cipta secara internasional tentunya tidak hanya berpatokan pada konvernsi berner ataupun  Universal Copyright Convention  (UCC). Berikut merupakan beberapa konvensi-konvensi internasional hak cipta yang lainnya yaitu antara lain Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonogram and Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring Convention) dan Convention for the Protection of Producers of Phonogram Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971).







Referensi:
Zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta.
 http://en.wikipedia.org/wiki/Berne_Convention
http://en.wikipedia.org/wiki/Universal_Copyright_Convention
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt51b8219436e7c/node/327

No comments:

Post a Comment