HUKUM DI
INDONESIA
A.
Pengertian
Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan
kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan
bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.
1.
Prof. Dr. Sudikno
Hukum adalah
sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat
di paksa pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
2.
Dr. Wirjono Prodjodikoro.
S.H
Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar
Hukum”. Mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan,
kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. Ia mengatakan bahwa masing-masing
anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam. Wujud dan jumlah
kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam
tubuh para anggota masyarakat masing-masing Hawa nafsu masing-masing
menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari-hari dan
supaya segala kepentingannya terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan
tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya
bentrokan-bentrokan antara barbagai macam kepentingan anggota masyarakat.
Akibat bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus
dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud
daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu dalam
hubungan masyarakat.
3.
Prof. Subekti, S.H.
Menurut Prof. Subekti SH keadilan
berasal dari Tuhan YME dan setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk
meraba dan merasakan keadilan itu. Dan segala apa yang di dunia ini sudah
semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia. Dengan demikian,
hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang
bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan
antara tuntutan keadilan tersebut dengan “Ketertiban“ atau “Kepastian Hukum“.
4.
Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn.
Dalam bukunya “Inleiding tot de
studie van het Nederlanse Recht”, Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan Hukum
adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk
mencapai kedamaian Hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan
mengadakan perimbanagn antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama
lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi
haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara 2 teori
tujuan hukum, Teori Etis dan Utilitis.
5.
Aristoteles.
Dalam Bukunya “Rhetorica”
mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan
isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan
adil dan apa yang dikatakan tidak adil. Menurut teori ini buku mempunyai tugas
suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang
berhak dia terima yang memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus.
Apabila ini dilaksanakan maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum
harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau
ketentuan-ketentyuan umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur
demi kepentingan kepastian Hukum, meskipun pad asewktu-waktu dadapat
menimbulkan ketidak adilan.
6.
Jeremy Bentham
Dalam Bukunya “Introduction to the
morals and negismation”, ia mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa
yang berfaedah pada orang. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang
berfaedah pada orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal
keadilan. Disini kepastian melalui hukum bagi perorangan merupakan tujuan utama
dari Hukum.
7.
Mr. J.H.P. Bellefroid.
Bellefroid menggabungkan 2 pandangan
ekstrim tersebut. Ia menggabungkan dalam bukunya “Inleiding tot de Rechts wetenshap
in Nederland” bahwa isi hukum harus ditentukan menurut 2 asas, ialah asas
keadilan dan faedah.
8.
Rusli Effendy (1991:79)
Mengemukakan bahwa tujuan hukum
dapat dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, yaitu :
a.
Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum
dititik beratkan pada segi kepastian hukum.
b.
Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum
dititikberatkan pada segi keadilan.
c.
Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum
dititikberatkan pada segi kemanfaatan.
9.
Van Kan
Berpendapat bahwa hukum bertujuan
menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak
dapat diganggu. Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara
universal, dapat dilihat dari tiga aliran konvensional :
a. Aliran Etis
Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata
untuk mencapai keadilan. Hukum ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil
dan yang tidak adil, dengan perkataan lain hukum menurut aliran ini bertujuan
untuk merealisir atau mewujudkan keadilan.
Pendukung aliran ini antara lain,
Aristoteles, Gery Mil, Ehrliek, Wartle.
Salah satu pendukung aliran ini adalah Geny. Sedangkan penetang aliran ini
pun cukup banyak, antara lain pakar hukum Sudikno Mertokusumo:
“Kalau
dikatakan bahwa hukum itu bertujuan mewujudkan keadilan, itu berarti bahwa
hukum itu identik atau tumbuh dengan keadilan, hukum tidaklah identik dengan
keadilan. Dengan demikian berarti teori etis itu berat sebelah” (Achmad Ali,
1996:86).
Tegasnya keadilan atau apa yang dipandang sebagai adil sifatnya sangat
relatif, abstrak dan subyektif. Ukuran adil bagi tiap-tiap orang bisa
berbeda-beda. Olehnya itu tepat apa yang pernah diungkapkan oleh N.E. Algra
bahwa :
“Apakah
sesuatu itu adil (rechtvaardig), lebih banyak tergantung pada Rechtmatig
heid(kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seseorang penilai. Kiranya
lebih baik tidak mengatakan “itu adil”, tetapi itu mengatakan hal ini saya
anggap adil memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan sesuatu pendapat
mengenai nilai secara pribadi. Achmad Ali (1990:97).
b. Aliran Utilistis
Menurut aliran ini mengaggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah
semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebsar-besarnya
bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Jadi pada hakekatnya menurut
aliran ini, tujuan hukum adalah manfaat dalam mengahasilkan kesenangan atau
kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.
Aliran utilistis ini mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum tidak lain
adalah bagaiamana memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga
masyarakat (ajaran moral praktis).
c. Aliran Yuridis Dogmatik
Menurut aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah
semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian
hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban. Penganut
aliran yuridis dogmatik ini bahwa adanya jaminan hukum yang tertuang dari
rumusan aturan perundang-undangan adalah sebuah kepastian hukum yang harus
diwujudkan. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap aturan, persoalan
keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang
penting adalah kepastian hukum. Bagi penganut aliran ini, janji hukum yang
tertuang dalam rumusan aturan tadi merupakan kepastian yang harus diwujudkan,
penganut aliran ini melupakan bahwa sebenarnya janji hukum itu bukan suatu yang
harus, tetapi hanya suatu yang seharusnya.
Dari ketiga aliran tujuan hukum di atas tidaklah bersifat baku, dalam
artian masih ada pendapat-pendapat lain tentang tujuan hukum yang bisa
dilambangkan dengan melihat latar belakang konteks sosial masyarakat yang
selalu berubah. Dari uraian tersebu dapat disimpulkan bahwa kita sebagai
masyarakat harus mengtahui bahwa hukum itu dibentuk atau diciptakan intinya
adalah untuk mencipatakan ketertiban sekaligus ketertiban dalam hidup
bermasyarakat.
Menurut Soerjono (91986:49-50, setir pendapatnya L. Pospisil, 1971:200-201)
berpendapat bahwa ada Faktor-faktor yang menyebabkan warga masyarakat mematuhi
hukum, setidak-tidaknya dapat dikembalikan pada faktor-faktor atau hal-hal
sebagai berikut:
i. Compliance, yaitu:
“an overt acceptance induced by expectation of rewards and an attempt to
avoid possible punishment – not by any conviction in the desirability of the
enforced nile. Power of the influencing agent is based on ‘means-control” and,
as a consequence, the influenced person conforms only under surveillance”.
Orang mentaati hukum karena takut terkena hukuman. Ketaatan sebagai
pemenuhan suatu penerimaan terang yang dibujuk oleh harapan penghargaan dan
suatu usaha untuk menghindari kemungkinan hukuman, bukan karena keinginan yang
kuat untuk menaati hukum dari dalam diri. Kekuatan yang mempengaruhi didasarkan
pada ”alat-alat kendali” dan, sebagai konsekuensinya, orang yang dipengaruhi
menyesuaikan diri hanya di bawah pengawasan.
ii. Identification, yaitu:
“an acceptance of a rule not because of its intrinsic value and appeal but
because of a person’s desire to maintain membership in a group or relationship
with the agent. The source of power is the attractiveness of the relation which
the persons enjoy with the group or agent, and his conformity with the rule
will be dependent upon the salience of these relationships”
Ketaatan yang bersifat identification, artinya ketaatan kepada
suatu aturan karena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak.
Identifikasi, yaitu: suatu penerimaan terhadap aturan bukan karena nilai
hakikinya, dan pendekatan hanyalah sebab keinginan seseorang untuk memelihara
keanggotaan di dalam suatu hubungan atau kelompok dengan ketaatan itu. Sumber
kuasa menjadi daya pikat dari hubungan orang-orang yang menikmati kebersamaan
kelompok itu, dan penyesuaiannya dengan aturan akan bergantung atas hubungan
utama ini.
iii. Internalization, yaitu:
“the acceptance by an individual of a rule or behavior because he finds its
content intrinsically rewarding … the content is congruent with a person’s
values either because his values changed and adapted to the inevitable”.
Ketaatan yang bersifat internalization,
artinya ketaatan pada suatu aturan karena ia benar-benar merasa bahwa aturan
itu sesuai dengan nilai instrinsik yang dianutnya. Internalisasi, yaitu: ”
penerimaan oleh aturan perorangan atau perilaku sebab ia temukan isinya yang
pada hakekatnya memberi penghargaan… isi adalah sama dan sebangun dengan
nilai-nilai seseorang yang manapun, sebab nilai-nilainya mengubah dan
menyesuaikan diri dengan – yang tak bisa diacuhkanAda kesadaran dari dalam diri
yang membuatnya mentaati hukum dengan baik.
Ada beberapa hal sebab berlakunya
kaidah hukum supaya hukum itu berfungsi, antara lain :
1.
Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila
penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi
tingkatannya atau apabila
terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan.
2.
Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah
tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh
penguasa walaupun tidak diterima dan
diakui oleh seluruh masyarakat.
3.
Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis,
artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif
yang tertinggi.
B.
Alasan
Mentaati Hukum
Dibawah ini ada lima beberapa alasan
mengapa manusia mentaati hukum di Indonesia. Berikut ini adalah alasan mengapa
manusia mentaati hukum di Indonesia:
1.
Manusia
mematuhi hukum jelas karena hukum itu merupakan suatu kebutuhan.
Dimana ada masyarakat, disitu pasti ada hukum.
Semua manusia butuh hukum untuk kelangsungan hidupnya, karena sejatinya setiap
manusia pasti mendambakan kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram, dan dengan
adanya hukum itu sendiri, kehidupan yang aman itupun dapat terwujudkan.
Contohnya, sebagai warga Negara Indonesia, kita wajib tau apa saja hak-hak
dan kewajiban kita dalam kehidupan berbangsa danbernegara, maka dengan adanya
UUD 1945 pasal 27 sampai pasal 33 kita dapat mengetahui hak-hak dan
kewajiban kita sebagai warga Negara Indonesia.
Misalnya, dalam pasal 29 menjelaskan tentang setiap warga Negara
berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing, Negara
menjamin kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan kepercayaan
masing-masing, maka dengan begitu jelas kita sangat membutuhkan Undang-Undang
tersebut untuk kebebasan kita memeluk agama sesuai kepercayan kita.
2.
Manusia
mematuhi hukum karena memang dari kesadaran manusia itu sendiri.
Contohnya, sebagai manusia yang bermoral,
pasti tidak akan ada pria dan wanita yang belum terkat perkawinan
yang sah tetapi tinggal bersama dalam satu rumah
(biasa disebut kumpul kebo). Memang tidak ada sanksi tertulis dalam hal tersebut.
Tetapi perlu diingat, hukum itu bukan hanya sebatas Undang-Undang atau
peraturan tertulis saja (paham legisme), tetapi ada juga hukum yang bersifat
tidak tertulis (hukum adat) yang sanksinya merupakan sanksi moral dari
masyarakat sekelilingnya. Seperti Contoh kasus diatas , atas dasar kesadaran
tentu tidak akan ada manusia yang berbuat demikian walaupun memang tidak ada
Undang-Undang yang memuat hal tersebut, tetapi hal itu tentu ssaja
merupakan perbuatan asusila yang tentu saja akan mendapat
sanksi moral, yaitu berupa cemooh dari masyarakat bahwa mereka yang terlibat
tersebut telah melanggar norma susila yang berlaku.
3.
Manusia
mematuhi hukum karena adanya sanksi
Alasan ini paling banyak dan paling ampuh untuk
mendorong manusia mematuhi hukum. Sanksi merupakan balasan atau ganjaran
yang akan diterima bagi siapa saja yang melanggar hukum, dengan ketentuan -
ketentuan tertentu. Sanksi bersifat memaksa.
4.
Manusia
adalah makhluk sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang bersifat Zoon
Politicn (Aristoteles) yang nyata dalam kehidupan bersama sebagai
masyarakat itu tidak mudah. Hal itu disebabkan karena setiap manusia mempunyai
kebutuhan dan kepentingan sendiri-sendiri yang seringkali bertentangan satu
sama lainnya. Dari akibat perbedaan itu sering terjadi ketidakeimbangan
/keserasian dalam hubungan bermasyarakat, disinilah aturan tata kehidupan
antarmanusia yang disebut Hukum itu dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat.
5.
Manusia
mentaati hukum dengan berpegang pada teori.
Dibawah ini ada tiga penjelasan
mentaati hukum dengan berpegangan pada teori. Berikut ini adalah mentaati hukum
dengan beregangan pada teori
a.
Teori
kedaulatan Tuhan
Teori ini menganggap bahwa hukum itu adalah perintah Tuhan, maka pada
hakekatnya manusia mentaati hukum berarti mentaati Tuhan.
b.
Teori
kedaulatan hukum
Menurut
teori ini, bahwa seseorang mentaati hukum karena berasal dari perasaan bahwa
hukum adalah sebagian dari masyarakat. Akibatnya apabila ia tidak mentaati
hokum akan dianggap tidak mengikuti norma-norma yang dianut oleh masyarakat itu
sendiri.
c.
Teori
kedaulatan Negara
Menurut
teori ini, seseorang mentaati hukum karena ia sendiri yang menghendakinya.
Sementara
Negara yang mempunyai hak kekuasaan sekaligus mempunyai kekuatan
untuk menyelenggarakan hukum.
C.
Alasan Melanggar hukum
Setiap manusia mempunyai kebutuhan
yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Memenuhi kebutuhan hidupnya
tersebut manusia akan melakukan segala cara. Sering terjadi hal tesebut adalah
hal melanggar hukum.
1.
Melanggar hukum karena memang tidak tau hukum
Sebenarnya tidak ada manusia yang
tidak tau hukum. Karena hukum itu sendiri ada ditengah-tengah masyarakat,
dimana ada masyarakat, disitulah ada hukum. Hanya saja, di Indonesia
banyak sekali Undang-Undang yang telah dibuat pemerintah dan sangat disayangkan
bahwa tidak semua Undang-Undang tersebut menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Mulai dari alasan sosialisasi yang kurang, malas tau, dan sebagainya.
Conton saja, Undang-Undang tentang Pornografi. Banyak masyarakat yang tidak tau
isi dari Undang-Undang tersebut dan sanksi apa yang dikenakan bagi para
pelanggarnya.
2.
Manusia melanggar hukum karena merasa punya
kekuasaan atau materi berlebih
Banyak orang yang mempunyai
kekuasaan atau jabatan yang tinggi merasa hal itu adalah segala-galanya. Sehingga
tidak mempedulikan peraturan yang berlaku. Padahal dalam Undang-Undang
dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum.
Tetapi pada kenyataannya banyak para pejabat atau artis-artis yang mempunyai
popularitas dan materi yang banyak sehingga jika tersangkut sebuah kasus
maka terlihat sangat mudah kasus itu cepat selesai penanganannya atau jika pun
ada sanksi maka sanksi yang dijatuhkan sangatlah ringan.
3.
Melanggar hukum karena kesengajaan (Dolus)
Dolus adalah kehendak yang disadari
yang ditujukan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tertentu. Contohnya
yaitu Pasal 338 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan, Pasal 245 KUHP
tentang tindak pidana pemalsuan mata uang.
Sumber:
1. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
BAGJA_WALUYA/PIS/Konsep_dasar_Hukum.pdf
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
No comments:
Post a Comment