Sunday, November 30, 2014

ISD Tugas 3


HUKUM DI INDONESIA
A.                Pengertian Hukum
           Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.
        Tujuan hukum di Indonesia dikemukakan oleh beberapa para ahli. Berikut ini adalah tujuan hukum yang dikemukakan oleh beberapa para ahli, yaitu:




1.         Prof. Dr. Sudikno
        Hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat di paksa pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

2.        Dr. Wirjono Prodjodikoro. S.H
       Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum”. Mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. Ia mengatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam. Wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing Hawa nafsu masing-masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari-hari dan supaya segala kepentingannya terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara barbagai macam kepentingan anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu dalam hubungan masyarakat.

3.         Prof. Subekti, S.H.
        Menurut Prof. Subekti SH keadilan berasal dari Tuhan YME dan setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk meraba dan merasakan keadilan itu. Dan segala apa yang di dunia ini sudah semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia. Dengan demikian, hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan “Ketertiban“ atau “Kepastian Hukum“.

4.         Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn.
        Dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlanse Recht”, Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan Hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian Hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbanagn antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara 2 teori tujuan hukum, Teori Etis dan Utilitis.

5.         Aristoteles.
        Dalam Bukunya “Rhetorica” mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil. Menurut teori ini buku mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang berhak dia terima yang memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus. Apabila ini dilaksanakan maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau ketentuan-ketentyuan umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan kepastian Hukum, meskipun pad asewktu-waktu dadapat menimbulkan ketidak adilan.

6.         Jeremy Bentham
        Dalam Bukunya “Introduction to the morals and negismation”, ia mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah pada orang. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah pada orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Disini kepastian melalui hukum bagi perorangan merupakan tujuan utama dari Hukum.

7.         Mr. J.H.P. Bellefroid.
       Bellefroid menggabungkan 2 pandangan ekstrim tersebut. Ia menggabungkan dalam bukunya “Inleiding tot de Rechts wetenshap in Nederland” bahwa isi hukum harus ditentukan menurut 2 asas, ialah asas keadilan dan faedah.

8.         Rusli Effendy (1991:79)
       Mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, yaitu :
     a.    Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukum.
     b.    Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan.
     c.    Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatan.

9.         Van Kan
Berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal, dapat dilihat dari tiga aliran konvensional :
a.       Aliran Etis
      Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan. Hukum ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak adil, dengan perkataan lain hukum menurut aliran ini bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan keadilan. 
      Pendukung aliran ini antara lain, Aristoteles, Gery Mil, Ehrliek, Wartle.
Salah satu pendukung aliran ini adalah Geny. Sedangkan penetang aliran ini pun cukup banyak, antara lain pakar hukum Sudikno Mertokusumo:
“Kalau dikatakan bahwa hukum itu bertujuan mewujudkan keadilan, itu berarti bahwa hukum itu identik atau tumbuh dengan keadilan, hukum tidaklah identik dengan keadilan. Dengan demikian berarti teori etis itu berat sebelah” (Achmad Ali, 1996:86).
Tegasnya keadilan atau apa yang dipandang sebagai adil sifatnya sangat relatif, abstrak dan subyektif. Ukuran adil bagi tiap-tiap orang bisa berbeda-beda. Olehnya itu tepat apa yang pernah diungkapkan oleh N.E. Algra bahwa :
“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaardig), lebih banyak tergantung pada Rechtmatig heid(kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seseorang penilai. Kiranya lebih baik tidak mengatakan “itu adil”, tetapi itu mengatakan hal ini saya anggap adil memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan sesuatu pendapat mengenai nilai secara pribadi. Achmad Ali (1990:97).
b.      Aliran Utilistis
     Menurut aliran ini mengaggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebsar-besarnya bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Jadi pada hakekatnya menurut aliran ini, tujuan hukum adalah manfaat dalam mengahasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.
Aliran utilistis ini mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum tidak lain adalah bagaiamana memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga masyarakat (ajaran moral praktis).
c.       Aliran Yuridis Dogmatik
    Menurut aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban. Penganut aliran yuridis dogmatik ini bahwa adanya jaminan hukum yang tertuang dari rumusan aturan perundang-undangan adalah sebuah kepastian hukum yang harus diwujudkan. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum. Bagi penganut aliran ini, janji hukum yang tertuang dalam rumusan aturan tadi merupakan kepastian yang harus diwujudkan, penganut aliran ini melupakan bahwa sebenarnya janji hukum itu bukan suatu yang harus, tetapi hanya suatu yang seharusnya.
     Dari ketiga aliran tujuan hukum di atas tidaklah bersifat baku, dalam artian masih ada pendapat-pendapat lain tentang tujuan hukum yang bisa dilambangkan dengan melihat latar belakang konteks sosial masyarakat yang selalu berubah. Dari uraian tersebu dapat disimpulkan bahwa kita sebagai masyarakat harus mengtahui bahwa hukum itu dibentuk atau diciptakan intinya adalah untuk mencipatakan ketertiban sekaligus ketertiban dalam hidup bermasyarakat.

Menurut Soerjono (91986:49-50, setir pendapatnya L. Pospisil, 1971:200-201) berpendapat bahwa ada Faktor-faktor yang menyebabkan warga masyarakat mematuhi hukum, setidak-tidaknya dapat dikembalikan pada faktor-faktor atau hal-hal sebagai berikut:

  i.     Compliance, yaitu:
“an overt acceptance induced by expectation of rewards and an attempt to avoid possible punishment – not by any conviction in the desirability of the enforced nile. Power of the influencing agent is based on ‘means-control” and, as a consequence, the influenced person conforms only under surveillance”.
Orang mentaati hukum karena takut terkena hukuman. Ketaatan sebagai pemenuhan suatu penerimaan terang yang dibujuk oleh harapan penghargaan dan suatu usaha untuk menghindari kemungkinan hukuman, bukan karena keinginan yang kuat untuk menaati hukum dari dalam diri. Kekuatan yang mempengaruhi didasarkan pada ”alat-alat kendali” dan, sebagai konsekuensinya, orang yang dipengaruhi menyesuaikan diri hanya di bawah pengawasan.

      ii.     Identification, yaitu:
“an acceptance of a rule not because of its intrinsic value and appeal but because of a person’s desire to maintain membership in a group or relationship with the agent. The source of power is the attractiveness of the relation which the persons enjoy with the group or agent, and his conformity with the rule will be dependent upon the salience of these relationships”
Ketaatan yang bersifat identification, artinya ketaatan kepada suatu aturan karena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak. Identifikasi, yaitu: suatu penerimaan terhadap aturan bukan karena nilai hakikinya, dan pendekatan hanyalah sebab keinginan seseorang untuk memelihara keanggotaan di dalam suatu hubungan atau kelompok dengan ketaatan itu. Sumber kuasa menjadi daya pikat dari hubungan orang-orang yang menikmati kebersamaan kelompok itu, dan penyesuaiannya dengan aturan akan bergantung atas hubungan utama ini.

   iii.     Internalization, yaitu:
“the acceptance by an individual of a rule or behavior because he finds its content intrinsically rewarding … the content is congruent with a person’s values either because his values changed and adapted to the inevitable”.

Ketaatan yang bersifat internalization, artinya ketaatan pada suatu aturan karena ia benar-benar merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai instrinsik yang dianutnya. Internalisasi, yaitu: ” penerimaan oleh aturan perorangan atau perilaku sebab ia temukan isinya yang pada hakekatnya memberi penghargaan… isi adalah sama dan sebangun dengan nilai-nilai seseorang yang manapun, sebab nilai-nilainya mengubah dan menyesuaikan diri dengan – yang tak bisa diacuhkanAda kesadaran dari dalam diri yang membuatnya mentaati hukum dengan baik.

Ada beberapa hal sebab berlakunya kaidah hukum supaya hukum itu berfungsi, antara lain :
1.      Kaidah hukum  berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi   
      tingkatannya atau apabila terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan.
2.      Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh 
       penguasa walaupun tidak diterima dan diakui oleh seluruh masyarakat.
3.      Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif 
      yang tertinggi.

B.                Alasan Mentaati Hukum

Dibawah ini ada lima beberapa alasan mengapa manusia mentaati hukum di Indonesia. Berikut ini adalah alasan mengapa manusia mentaati hukum di Indonesia:

1.         Manusia mematuhi hukum jelas karena hukum itu merupakan suatu kebutuhan.
Dimana ada masyarakat, disitu pasti ada hukum. Semua manusia butuh hukum untuk kelangsungan hidupnya, karena sejatinya setiap manusia pasti mendambakan kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram, dan dengan adanya hukum itu sendiri, kehidupan yang aman itupun dapat terwujudkan.
Contohnya, sebagai warga Negara Indonesia, kita wajib tau apa saja hak-hak dan kewajiban kita dalam kehidupan berbangsa danbernegara, maka dengan adanya UUD 1945 pasal 27 sampai pasal 33  kita dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban kita sebagai warga Negara Indonesia.
Misalnya, dalam pasal 29 menjelaskan tentang  setiap warga Negara berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing,  Negara menjamin kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, maka dengan begitu jelas kita sangat membutuhkan Undang-Undang tersebut untuk kebebasan kita memeluk agama sesuai kepercayan kita.

2.         Manusia mematuhi hukum karena memang dari kesadaran manusia itu sendiri.
Contohnya, sebagai manusia yang bermoral, pasti  tidak akan ada pria dan wanita yang belum terkat perkawinan yang sah tetapi   tinggal  bersama dalam satu rumah (biasa disebut kumpul kebo). Memang tidak ada sanksi tertulis dalam hal tersebut. Tetapi perlu diingat, hukum itu bukan hanya sebatas Undang-Undang  atau peraturan tertulis saja (paham legisme), tetapi ada juga hukum yang bersifat tidak tertulis (hukum adat) yang sanksinya merupakan sanksi moral dari masyarakat sekelilingnya. Seperti Contoh kasus diatas , atas dasar kesadaran tentu tidak akan ada manusia yang berbuat demikian walaupun memang tidak ada Undang-Undang  yang memuat hal tersebut, tetapi hal itu tentu ssaja merupakan perbuatan asusila  yang tentu  saja akan mendapat sanksi moral, yaitu berupa cemooh dari masyarakat bahwa mereka yang terlibat tersebut telah melanggar norma susila yang berlaku.

3.         Manusia mematuhi hukum karena adanya sanksi
Alasan ini paling banyak dan paling ampuh untuk mendorong manusia mematuhi hukum. Sanksi merupakan balasan atau ganjaran yang akan diterima bagi siapa saja yang melanggar hukum, dengan ketentuan  - ketentuan tertentu. Sanksi bersifat memaksa.

4.         Manusia adalah makhluk sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang bersifat Zoon Politicn (Aristoteles) yang  nyata dalam kehidupan bersama  sebagai masyarakat itu tidak mudah. Hal itu disebabkan karena setiap manusia mempunyai kebutuhan dan kepentingan sendiri-sendiri yang seringkali bertentangan satu sama lainnya. Dari akibat perbedaan itu sering terjadi ketidakeimbangan /keserasian dalam hubungan bermasyarakat, disinilah aturan tata kehidupan antarmanusia yang disebut Hukum itu dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat.

5.         Manusia mentaati hukum dengan berpegang pada teori.
Dibawah ini ada tiga penjelasan mentaati hukum dengan berpegangan pada teori. Berikut ini adalah mentaati hukum dengan beregangan pada teori
     a.     Teori kedaulatan Tuhan
    Teori ini menganggap bahwa hukum itu adalah perintah Tuhan, maka pada hakekatnya manusia mentaati hukum berarti mentaati Tuhan.
     b.    Teori kedaulatan hukum
         Menurut teori ini, bahwa seseorang mentaati hukum karena berasal dari perasaan bahwa hukum adalah sebagian dari masyarakat. Akibatnya apabila ia tidak mentaati hokum akan dianggap tidak mengikuti norma-norma yang dianut oleh masyarakat itu sendiri.
      c.       Teori kedaulatan Negara
            Menurut teori ini, seseorang mentaati hukum karena ia sendiri yang menghendakinya. Sementara 
Negara yang mempunyai hak kekuasaan sekaligus mempunyai kekuatan untuk menyelenggarakan hukum.

C.                  Alasan Melanggar hukum

Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut manusia akan melakukan segala cara. Sering terjadi hal tesebut adalah hal melanggar hukum.

1.        Melanggar hukum karena memang tidak tau hukum
    Sebenarnya tidak ada manusia yang tidak tau hukum. Karena hukum itu sendiri ada ditengah-tengah masyarakat, dimana ada masyarakat, disitulah ada hukum.  Hanya saja, di Indonesia banyak sekali Undang-Undang yang telah dibuat pemerintah dan sangat disayangkan bahwa tidak semua Undang-Undang tersebut menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Mulai  dari alasan sosialisasi yang kurang, malas tau, dan sebagainya. Conton saja, Undang-Undang tentang Pornografi. Banyak masyarakat yang tidak tau isi dari Undang-Undang tersebut dan sanksi apa yang dikenakan bagi para pelanggarnya.

2.        Manusia melanggar hukum karena  merasa punya kekuasaan atau materi berlebih
      Banyak orang yang mempunyai kekuasaan atau jabatan yang tinggi merasa hal itu adalah segala-galanya. Sehingga tidak mempedulikan peraturan yang berlaku.  Padahal dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Tetapi pada kenyataannya banyak para pejabat atau artis-artis yang mempunyai popularitas dan materi yang  banyak sehingga jika tersangkut sebuah kasus maka terlihat sangat mudah kasus itu cepat selesai penanganannya atau jika pun ada sanksi  maka sanksi yang dijatuhkan sangatlah ringan.

3.        Melanggar hukum karena kesengajaan (Dolus)
    Dolus adalah kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tertentu. Contohnya yaitu Pasal 338 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan, Pasal 245 KUHP tentang  tindak pidana pemalsuan mata uang.

Sumber:
1. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
    BAGJA_WALUYA/PIS/Konsep_dasar_Hukum.pdf
2.  http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum

No comments:

Post a Comment