Mahasiswa
adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang
mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri
sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari
identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual,
sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan
maupun sebagai warga bangsa dan negara. Disampaikan dalam Orientasi Kemahasiswaam
di IAI Nurul Jadid th. 1999
Kata Mahasiswa dibentuk dari dua
kata dasar yaitu “maha” dan “siswa”. Maha berarti besar atau agung, sedangkan
siswa berarti orang yang sedang belajar. Kombinasi dua kata ini menunjuk pada
suatu kelebihan tertentu bagi penyandangnya. Di dalam PP No. 30 Tentang
Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang
terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (Bab I ps.1 [6]), yaitu
lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan / atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian. (Bab II ps. 1 [1]). Dengan demikian, mahasiswa
adalah anggota dari suatu masyarakat tertentu yang merupakan “elit” intelektual
dengan tanggung-jawab terhadap ilmu dan masyarakat yang melekat pada dirinya,
sesuai dengan “tridarma” lembaga tempat ia bernaung.
Mahasiswa adalah anggota masyarakat
yang berada pada tataran elit karena kelebihan yang dimilikinya, yang dengan
demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan tanggung-jawab. Dari identitas dirinya tersebut,
mahasiswa sekaligus mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab
sosial, dan tanggung jawab moral. Bagaimana bentuk peran mahasiswa, yaitu:
1.
Peran
dalam Memperdalam dan mengembangkan diri di dalam pembidangan keilmuan yang
ditekuninya sehingga dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab
intelektualnya.
2.
Merupakan
jembatan antara dunia teoritis dan dunia empiris dalam arti pemetaan dan
pemecahan masalah-masalah kehidupan sesuai dengan bidangnya.
3.
Merupakan
dinamisator perubahan masyarakat menuju perkembangan yang lebih baik. (agen
perubahan).
4. Sekaligus merupakan kontrol terhadap
perubahan sosial yang sedang dan akan berlangsung.
A. Potret peran Mahasiswa dalam pentas sejarah Indonesia
Peran dan posisi mahasiswa dalam
perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan diskursus yang menarik
sepanjang dinamika kehidupan mahasiswa. Hampir menjadi kenyataan yang lazim
bahwa gerakan mahasiswa terutama di dunia ketiga memainkan peran yang sangat
aktif pada posisi sentral di dalam perubahan sosial-politik, dan hampir tak
satupun penguasa di negara-negara berkembang yang mengabaikan posisi sosial dan
pentingnya representasi politik serta dampak aspirasi dari golongan muda
berpendidikan tinggi ini. Sehingga para pemerhati sosial tidak mengabaikan
fungsi mereka dalam sistem sosial politik baik di negeri maju maupun
berkembang, termasuk di Indonesia. Dalam arti yang luas, ideologi berisi
tatanan nilai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pedoman untuk
menjalankan kehidupan bersama dalam rangka meraih harapan-harapan mereka.
Tatanan nilai tersebut berasal dari tradisi atau adat-istiadat dan dapat pula
bersumber dari ajaran agama. Untuk memahami perkembangan kehidupan
ideologi mahasiswa, yang harus diperhatikan adalah arus perubahan dan
pergeseran fokus peranan mahasiswa dari tahapan proses yang satu kepada proses
lainnya. Perubahan intensitas aktifitas ideologi mahasiswa dipergunakan sebagai
petunjuk untuk memahami pergeseran fokus peranan tersebut. Banyak predikat yang
disandang mahasiswa kaitannya dengan ideologi yang diperjuangkan, horison
mahasiswa yang menempatkan pada posisi strategis inilah yang mungkin menjadikan
fungsinya sebagai agent of social change dan man of analysis, menjadi jargon
yang dimitoskan.
Dalam kurun waktu sejarah gerakan
mahasiswa yang strategi dan menonjol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, terjadi pada kurun waktu 1910-an sampai dengan 1930, kedua pada era
1960-an. Peran ideologi mahasiswa tahun 1910-an
sampai dengan 1930-an terfokus pada peran penggagas, yaitu menysun, menafsirkan
serta memulasikan pemikiran tentang segenap aspek kehidupan bermasyarakat yang
berasal dari masyarakat asing dan masyarakat sendiri menjadi ideologi yang
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya sendiri. Mahasiswa dari
generasi Soetomo 1910-an dan generasi Soekarno-Hatta 1920-an, adalah
pemikir-pemikir yang meletakkan dasar ideologi nasiolnalisme bagi bangsa
Indonesia di kemudian hari. Nasionalisme merupakan fokus dari keseluruhan
ideologi yang digagaskan oleh mahasiswa 1910-1930-an. Pada tahun 1940-an gerakan mahasiswa
mengalami pergeseran peran, peran penggagas tidak lagi menonjol. Gerakannya
lebih terfokus pada sebagai pendukung dan penerap dari ideologi yang sudah ada.
Dekade 1950-an dunia mahasiswa kembali disegani, sekalipun kemandirian dan
peran sebagai penggagas semakin menipis. Hal ini di latarbelakangi oleh
dominannya peran politik profesional didalam kehidupan politik. Politisi sipil
yang dominan saat itu berasal dari tokoh politik yang mengalami sosialisasi
politik tahin 1910, 1930-an di kampus dalam dan luar negeri (Eropa). Pada era
ini kampus sebagai lembaga lembaga pendidikan tinggi terbelenggu pengaruh
politisi dari partai politik sebagai kekuatan dominan. Akibatnya, kampus dan
mahasiswa mengikuti pola persaingan antar partai dan terpecah berdasarkan
politik aliran.
Perjalanan Indonesia era 1910-an sampai
1950-an, menempatkan kekuatan sipil yang berasal dari kaum intelektual
(mahasiswa) sebagai sumber kepemimpinan bangsa yang dominan. Akan tetapi sejak
yahun 1960-an kekuatan militer muncul sebagai suatu sumber kepemimpinan bangsa
yang dominan. Fungsi parpol bersama ormas pengikutnya sebagai sumber
kepemimpinan merosot bersama penurunan peran politiknya. Namun yang perlu
dicatat dalam sejarah gerakan mahasiswa, pada era 1960-an peran ideologi
mahasiswa meningkat tajam. Gerakan idiologi masa ini, melahirkan angkatan 1966.
Dekade 1960-an dengan angkatan 1966-nya telah membentuk identitas sosial
mahasiswa sebagai sebuah kekuatan sosial politik. Persepsi dan konsepsi tentang
peran sosial ini, terbentuk dan menguat sejalan dengan tegaknya hegemoni
pemerintahan orde baru. Di satu sisi lahirlah Orde Baru seiring
dengan kehendak gerakan mahasiswa, sehingga gerakannya mendapat dukungan
kekuatan-kekuatan establishment (ABRI). Disisi lain arus perubahan menuju
terbentuknya keuatan orde baru sebenarnya berangkat dari keinginan militer dan
teknorat untuk lebih memerankan diri dalam konstalasi kehidupan bangsa dan
negara setelah melihat kebobrokan dan kegagalan kekuatan sipil pada
pemerintahan demokrasi terpimpin. Keinginan militer ini diwujudkan dalam
Doktrin Dwi Fungsi ABRI diaman ABRI disamping sebagai kekuatan HANKAM juga memiliki
peran sosial politik.
Lakon yang dimainkan mahasiswa angkatan
66 berada dalam panggung sejarah yang romantis, di dalamnya terjadi aliansi
segitiga yang harmonis antara militer, teknokrat, dan mahasiswa. Ketiganya
merupakan bagian lapisan elit intelegensia yang bakal mengobarkan gagasan
modernisasi. Dengan kata lain disamping militer teknokrat, mahasiswa juga
dipercaya sebagai agen modernisasi atau pembangunan.
Dekade 1970-an aliansi ini pecah akibat
berubahnya orientasi dan strategi pemerintahan orde baru. Cita-cita awal
gerakan orde baru sudah tidak sesuai dengan idealisme dan ideologi mahasiswa.
Akibatnya, hampir sepanjang era 1970-an terjadi protes, kritik, petisi,
selebaran dan lobi yang diarahkan kepada pemerintahan orde baru. Gerakan ini
bermuara pada persoalan demokrasi, peran militer, dan pembangunan ekonomi.
Akibatnya gerakan mahasiswa semakin berhadapan dengan kekuatan represif, yang
mengutamakan stabilitas nasional dalam upaya menjaga kelangsungan pembangunan
nasional. Pada gilirannya gerakan mahasiswa mengalami kemerosotan yang sangat
tajam, yang belum pernah terjadi dalam gerakan mahasiswa di Indonesia.
depolitisasi dan deparpolisasi, melalui penerapan NKK (Normalisasi Kehidupan
Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kampus) menjadi senjata pamungkas hegemoni
Orba terhadap kehidupan mahasiswa. Lalu kepada mahasiswa yang melanggar NKK/BKK
diberikan sanksi akademik yang berat, mulai dari skorsing sementara atau
terbatasnya sampai kepada pemecatan bahkan dipenjarakan. Dekade 1980-an adalah masa-masa mandul
peran mahasiswa dalam kancah sosial-politik karena perannya dipersempit dalam
peran profesional saja. Dalam masa-masa ini terjadi proses-proses penggugatan
dan penyadaran terhadap peran sosial-politik mahasiswa. Upaya ini tampak
berbuah ketika pada era 1990-an angin perubahan di dalam diri mahasiswa mulai
berhembus, yang berujung pada munculnya generasi reformasi pada tahun 1990-an
akhir ini.
Peran mahasiswa dalam kehidupan sosial mastarakat yaitu:
1. Peran Moral
Peran mahasiswa dalam kehidupan sosial mastarakat yaitu:
1. Peran Moral
Mahasiswa yang dalam kehidupanya, tidak
dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik dan telah meninggalkan amanah
dan tanggung jawabnya sebagai kaum terpelajar. Jika hari ini kegiatan mahasiswa
berorientasi pada hedonisme (hura – hura dan kesenangan), lebih suka mengisi
waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu tentang peruban di
negeri ini, dan jika hari ini mahasiswa lebih suka dengan kegiatan festival
musik dan kompetisi (entertainment) dengan alasan kreatifitas, dibanding
memperhatikan dan memperbaiki kondisi masyarakat dan mengalihkan kreatifitasnya
pada hal – hal yang lebih ilmiah dan menyentuh kerakyat, maka mahasiswa semacam
ini adalah potret generasi yang hilang yaitu generasi yang terlena dan lupa
akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.
2. Peran sosial
Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa
sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial. Solidaritas yang
tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang
universal secara menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan.
Mahasiswa tidak bisa melihat penderitaan orang lain, tidak bisa melihat
poenderitan rakyat, tidak bisa melihat adanya kaum tertindas dan di biarkan
begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan memberikan
bantuan baik moril maupun materil bagi siapa saja yang memerlukannya. Betapa
peran sosial mahasiswa jauh dari pragmatisme ,dan rakyat dapat merasakan bahwa
mahasiswa adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari rakyat, walaupun upaya
yang sistimatis untuk memisahkan mahasiswa dari rakyat telah dan dengan gencar
dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak ingin rakyat ini cerdas dan sadar akan
problematika ummat yang terjadi.
3. Peran Akademik
Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan,
turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya
jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa mahasiswa adalah insan akademik.
Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap
orang tua pasti ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil.
Maka sebagai seorang anak berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan
keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah.
Peran yang satu ini teramat sangat penting bagi kita, dan inilah yang membedakan kita dengan komonitas yang lain ,peran ini menjadi symbol dan miniatur kesuksesan kita dalam menjaga keseimbangan dan memajukan diri kita. Jika memang kegalan akademik telah terjadi maka segeralah bangkit,”nasi sudah jadi bubur maka bagaimana sekarang kita membuat bubur itu menjadi “ bubur ayam spesial “. Artinya jika sudah terlanjur gagal maka tetaplah bangkit seta mancari solusi alternatif untuk mengembangkan kemampuan diri meraih masa depan yang cerah di dunia dan akhirat.
Peran yang satu ini teramat sangat penting bagi kita, dan inilah yang membedakan kita dengan komonitas yang lain ,peran ini menjadi symbol dan miniatur kesuksesan kita dalam menjaga keseimbangan dan memajukan diri kita. Jika memang kegalan akademik telah terjadi maka segeralah bangkit,”nasi sudah jadi bubur maka bagaimana sekarang kita membuat bubur itu menjadi “ bubur ayam spesial “. Artinya jika sudah terlanjur gagal maka tetaplah bangkit seta mancari solusi alternatif untuk mengembangkan kemampuan diri meraih masa depan yang cerah di dunia dan akhirat.
4. Peran politik
Peran politik adalah peran yang paling
berbahaya karena disini mahasiswa berfungsi sebagai presseur group ( group
penekan ) bagi pemerintah yang zalim. Oleh karena itu pemerintah yang zalim
merancang sedemikian rupa agar mahasiswa tidak mengambil peran yang satu ini.
Pada masa ordebaru di mana daya kritis rakyat itu di pasung, siapa yang berbeda
pemikiran dengan pemerintah langsung di cap sebagai kejahatan terhadap negara.
Pemerintahan Orba tidak segan-segan membumi hanguskan setiap orang-orang yang
kritis dan berseberangan dengan kebijakan pemerintah yang melarang keras
mahasiswa beraktifitas politik. Dan kebijakan ini terbukti ampuh memasung
gerakan – gerakan mahasiswa yang membuat mahasiswa sibuk dengan kegiatan
rutinitas kampus sehinngga membuat mahasiswa terpenjara oleh system yang ada. Mahasiswa
adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyakan
pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil
peran dalam diri kita dan lingkungan.
No comments:
Post a Comment