Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,
keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif
pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan.
Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar,
sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Sebuah hak atas pendidikan
telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 PBB 1966
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak
setiap orang atas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian
besar tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah
sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk pendidikan
home-schooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka.
Fungsi
Pendidikan menurut para ahli
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan
dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
- Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
- Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
- Melestarikan kebudayaan.
- Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi lain dari lembaga pendidikan adalah sebagai
berikut.
- Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
- Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
- Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
- Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
Menurut David Popenoe, ada empat
macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:
- Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
- Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
- Menjamin integrasi sosial.
- Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
- Sumber inovasi sosial.
A. Pendidikan di Indonesia
Pendidikan
di Indonesia adalah
seluruh pendidikan
yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak
terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu
bernama Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di
Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar
pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di
Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama,
yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat
jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia-Belanda
(cikal bakal Indonesia), meskipun terbatas bagi kalangan tertentu yang
terbatas. Sistem yang mereka perkenalkan secara kasar sama saja dengan struktur
yang ada sekarang, dengan tingkatan sebagai berikut:
- Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar bagi orang Eropa
- Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar bagi pribumi
- Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama
- Algemeene Middelbare School (AMS), sekolah menengah atas
Sejak tahun 1930-an, Belanda memperkenalkan pendidikan
formal terbatas bagi hampir semua provinsi di Hindia Belanda.
Jenjang
Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
1.
Pendidikan anak usia dini
Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003, Pasal 1 Butir 14
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2.
Pendidikan dasar
Pendidikan
dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) yaitu
Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 3
tahun. Pendidikan dasar merupakan Program Wajib
Belajar.
3. Pendidikan
menengah
Pendidikan menengah merupakan
jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA)
selama 3 tahun waktu tempuh pendidikan.
4.
Pendidikan tinggi
Pendidikan
tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana
yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
1. Pendidikan formal
Pendidikan
formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah
pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas,
mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal
paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau
Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan
Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja. Selain
itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan
sebagainya.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang
dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Jenis
Jenis pendidikan adalah
kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan.
1. Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan
pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan
oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah
menengah kejuruan ini memiliki berbagai macam spesialisasi keahlian tertentu.
3. Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan
pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada
penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
4. Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan
pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik
untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
5. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan
pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma
4 setara dengan program sarjana (strata 1).
6. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman
terhadap ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
7. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
Masalah Pendidikan
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan
ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang
berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi
unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah
disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang
sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan,
menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan
seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada
murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan
sebagai “pendidikan yang menciptakan
manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan
tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang
industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan
nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau
komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan
diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau
komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini
nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan
ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap
manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi
mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi
pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang
diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan
dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu
diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya
menampung apa saja yang disampaikan guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan
gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh
mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang
dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan
ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap
kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari
dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan
visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya
(seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat
bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau
Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan
di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab
Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang
strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik
internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis
kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat
kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan
sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar
akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus
juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan
situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
Berikut ini adalah video masalah sistem pendidikan di Indonesia :
Secara garis besar ada dua solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, yaitu:
1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan
di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,
termasuk pendanaan pendidikan.
2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan
kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga
dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan
di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat
menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian
pancasila dan bermartabat.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah
rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan
di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga
manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap
untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap
zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan
mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia
http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/10/masalah-pendidikan-di-indonesia-dan-solusinya-615212.html
http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/10/masalah-pendidikan-di-indonesia-dan-solusinya-615212.html
No comments:
Post a Comment